Kamis, 18 September 2008

KAMMI Sodorkan Konsep Muslim Negarawan


KAMMI Purworejo Online: KESATUAN Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menyodorkan konsep muslim negarawan untuk model kepemimpinan Indonesia. Dengan realitas mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, konsep ini dinilai pas untuk model kepemimpinan nasional.

Demikian diungkapkan Taufik Amrullah, Ketua Umum KAMMI ketika menghadap Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, di ruang kerjanya, Gedung Nusantara 3 Lantai 9, Rabu (17/9). Taufik hadir bersama delapan fungsionaris KAMMI Pusat yang juga calon Ketua Umum.
Dituturkan Taufik, konsep muslim negarawan ini akan menjadi tema dalam Muktamar KAMMI yang akan digelar 3-9 November 2008 di Makassar. Muktamar rencananya dibuka Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

“Muslim negarawan adalah negarawan yang bisa mengambil tanggung jawab besar atas masalah bangsa. Bukan sekadar politikus atau pemimpin parpol. Dia adalah figur berkarakter yang berani mengatakan tidak pada intervensi asing. Dia mampu memberi teladan melakoni kemandirian dan kehidupan beretika,” papar Taufik.

Sebagai muslim, lanjut Taufik, sudah tentu sosok ini juga harus mampu menjaga nilai-nilai Islam. Maka, konsep ini menjamin seorang pemimpin bisa menjaga perilaku. Dengan demikian, besar harapan seorang muslim negarawan bisa membawa pembangunan Indonesia menuju arah yang lebih sejahtera.

Menanggapi konsep muslim negarawan itu, Hidayat menegaskan hal itu adalah ide yang positif sejauh tidak dihadirkan dalam situasi dikotomis. Misalnya, dengan membagi-bagi antara muslim yang negarawan dan tidak negarawan atau hanya muslim yang bisa negarawan.

“Dalam konteks Indonesia tentu penting juga untuk menghadirkan penjelasan kepada publik apakah kenegarawanan itu hanya dihadirkan oleh muslim saja,” tuturnya.

Menurut Hidayat, sesungguhnya kenegarawanan itu adalah tawaran terbuka. Dan muslimlah yang harus menjawabnya paling dulu dengan posisi mayoritasnya.

Di samping itu, rumusan negarawan juga masih harus diperdalam lagi.

“Tetapi jelas seorang negawaran itu selain membutuhkan kompetensi tertentu juga harus memiliki kecerdasan emosional dan spiritual. Jangan sampai dia tidak mampu mengendalikan emosi, sehingga arogansinya yang dikedepankan,” tandasnya.

Muslim negarawan, jelas Hidayat, juga harus mampu berempati termasuk kepada kelompok yang selama ini dianggap berseberangan dengan muslim seperti nasionalis, sekularis dan non muslim. Tetapi bukan berarti dia kemudian menjadi larut dan kehilangan jati diri.

“Seorang negarawan, dengan keistiqamahan nilai yang diyakininya tetap bisa menjalin komunikasi dan menggalang kerjasama. Ini perlu mekanisme training, penyadaran dan pembentukan karakter yang tidak mudah,” tegasnya.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Rasulullah sendiri adalah seorang pemimpin negara, jadi setiap muslim selayaknya untuk memahami tentang hakikat sebuah negara dan politiknya adalah bertujuan untuk menempatkan islam sebagai rahmat bagi semua alam.
Salam silaturahmi dan adem ayem dari www.purworejo.asia