Kamis, 18 September 2008
KAMMI Sodorkan Konsep Muslim Negarawan
KAMMI Purworejo Online: KESATUAN Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menyodorkan konsep muslim negarawan untuk model kepemimpinan Indonesia. Dengan realitas mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, konsep ini dinilai pas untuk model kepemimpinan nasional.
Demikian diungkapkan Taufik Amrullah, Ketua Umum KAMMI ketika menghadap Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, di ruang kerjanya, Gedung Nusantara 3 Lantai 9, Rabu (17/9). Taufik hadir bersama delapan fungsionaris KAMMI Pusat yang juga calon Ketua Umum.
Dituturkan Taufik, konsep muslim negarawan ini akan menjadi tema dalam Muktamar KAMMI yang akan digelar 3-9 November 2008 di Makassar. Muktamar rencananya dibuka Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
“Muslim negarawan adalah negarawan yang bisa mengambil tanggung jawab besar atas masalah bangsa. Bukan sekadar politikus atau pemimpin parpol. Dia adalah figur berkarakter yang berani mengatakan tidak pada intervensi asing. Dia mampu memberi teladan melakoni kemandirian dan kehidupan beretika,” papar Taufik.
Sebagai muslim, lanjut Taufik, sudah tentu sosok ini juga harus mampu menjaga nilai-nilai Islam. Maka, konsep ini menjamin seorang pemimpin bisa menjaga perilaku. Dengan demikian, besar harapan seorang muslim negarawan bisa membawa pembangunan Indonesia menuju arah yang lebih sejahtera.
Menanggapi konsep muslim negarawan itu, Hidayat menegaskan hal itu adalah ide yang positif sejauh tidak dihadirkan dalam situasi dikotomis. Misalnya, dengan membagi-bagi antara muslim yang negarawan dan tidak negarawan atau hanya muslim yang bisa negarawan.
“Dalam konteks Indonesia tentu penting juga untuk menghadirkan penjelasan kepada publik apakah kenegarawanan itu hanya dihadirkan oleh muslim saja,” tuturnya.
Menurut Hidayat, sesungguhnya kenegarawanan itu adalah tawaran terbuka. Dan muslimlah yang harus menjawabnya paling dulu dengan posisi mayoritasnya.
Di samping itu, rumusan negarawan juga masih harus diperdalam lagi.
“Tetapi jelas seorang negawaran itu selain membutuhkan kompetensi tertentu juga harus memiliki kecerdasan emosional dan spiritual. Jangan sampai dia tidak mampu mengendalikan emosi, sehingga arogansinya yang dikedepankan,” tandasnya.
Muslim negarawan, jelas Hidayat, juga harus mampu berempati termasuk kepada kelompok yang selama ini dianggap berseberangan dengan muslim seperti nasionalis, sekularis dan non muslim. Tetapi bukan berarti dia kemudian menjadi larut dan kehilangan jati diri.
“Seorang negarawan, dengan keistiqamahan nilai yang diyakininya tetap bisa menjalin komunikasi dan menggalang kerjasama. Ini perlu mekanisme training, penyadaran dan pembentukan karakter yang tidak mudah,” tegasnya.
Jumat, 05 September 2008
Posisioning KAMMI dalam Pemilu 2009: Kajian Format Gerakan Ekstra-Parlementer
Oleh : Marso
Ketua KAMMI Komisariat Purworejo
Latar Belakang
“KAMMI adalah wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia” (Visi KAMMI)
Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 sudah di depan mata. Para aktivis partai politikpun sudah bersiap siaga dengan segala strateginya untuk menyusun agenda-agenda besar untuk suksesi pesta demokrasi tersebut. Perlu kita ketahui bahwa Pemilu merupakan ruang terbuka bagi masyarakat Indonesia berpartisipasi langsung dalam proses demokrasi. Kelompok-kelompok sosial baik Ormas, LSM, maupun Gerakan Mahasiswa sebagai saluran aspirasi kelompok bertanggungjawab terhadap komunitasnya. KAMMI sebagai salah satu saluran aspirasi mahasiswa muslim yang tergabung di dalamnya juga berkewajiban memperjuangkan positioning KAMMI dalam proses Pemilu.
Tidak diragukan perhatian dan aktivisme KAMMI terhadap pesta demokrasi seperti ini. Sayangnya, posisi tawar KAMMI belum signifikan. Dalam ranah praksis, pimpinan KAMMI masih bergerak secara personal dan melibatkan kader KAMMI di luar koridor organisasi. Akibatnya kemudian terbaca, KAMMI terbengkalai dan tidak ada yang bertanggaungjawab. Ruh KAMMI dipertaruhkan dalam politik kepentingan tanpa daya tawar secara organisatoris. Dan sungguh sangat disayangkan.
Secara umum kita rasakan, KAMMI masih cenderung menjadi bagian (atau sub-ordinasi) dari strategi kelompok lain yang dianggap lebih besar. Hal ini karena belum kuatnya politik dari aktivis dan pimpinan KAMMI sendiri. Kesadaran bahwa Pemilu merupakan ‘pertarungan kepentingan’ belum merata di setiap pimpinan KAMMI di setiap daerah. Akibatnya KAMMI sering dipersepsi sebagai alat pemukul dan demarketing saja. Proses lobi dan komunikasi politik belum sepenuhnya menjadi ranah perhatian dan aktivisme kader KAMMI. KAMMI belum mempunyai format strategi baku dan peran politik dalam pemilu, padahal semangat partisipasi kader KAMMI sangat besar, ini tidak seimbang, sehingga mudah dikelola kelompok kepentingan lainnya. Pemilu 2009 nanti harus dijadikan oleh KAMMI sebagai wujud kerja yang profesional. Hemat saya, kader KAMMI harus mempunyai politik yang kuat, dan positioning KAMMI harus makin signifikan, sehingga slogan ”Muslim Negarawan” mudah terwujud.
Keterlibatan KAMMI dalam Pemilu 2009
Belum lagi, perilaku aktivis KAMMI yang sangat membingungkan. Sudah menjadi rahasia umum jika sebagian besar aktivis KAMMI terlibat secara langsung menjadi tim sukses dalam suksesi pemilihan Umum. Hal ini bukan “kasuistik” lagi, ini sudah menjadi ”fenomena” yang menyedihkan. Klaim sebagai kaum intelektual dimanfaatkan untuk bersekongkol dengan elit politik demi memperoleh keuntungan finansial/kekuasaan.
Padahal, dalam momen pemilu seperti ini keberadaan KAMMI sangat dibutuhkan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat. Kita seharusnya mengajarkan masyarakat tentang kesadaran politik.
Menyedihkannya, aktivis KAMMI yang terlibat secara pribadi dalam hal ini berusaha untuk menggring lembaga mahasiswa untuk terlibat secara kelembagaan Meski tidak nampak secara kasat mata, tapi bukan hal yang sulit untuk mendeteksinya. Berbagai trik dilakukan untuk itu, seperti membuka akses untuk kandidat yang diusungnya agar dapat memberikan materi atau berbicara pada setiap kegiatan kemahasiswaan. Atau bahkan menyusup ke setiap aksi demonstrasi untuk menyerang secara pribadi kandidat tertentu.
Lantas apakah KAMMI tidak bisa melakukan gerakan politik pada Pemilu 2009 nanti? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut kita harus memahami dulu yang mana dimaksud dengan gerakan politik. Bagi saya, gerakan politik adalah upaya dalam proses pencapaian tujuan yang berhubungan dengan public. Makanya, KAMMI pun bisa melakukan gerakan politik, asalkan landasan geraknya jelas untuk kepentingan masyarakat dan kemaslahatan umat. Bukannya untuk kepentingan pragmatis belaka.
Sikap KAMMI Terhadap Proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2009
Kemampuan KAMMI menempatkan positioningnya sendiri tidak akan merugikan kelompok manapun terutama Parpol. Dan Parpol tidak akan mendapatkan nilai lebih dengan meng-klaim KAMMI sebagai bagiannya, dan itu pasti kerugian KAMMI. KAMMI harus punya sikap.
Pertama, KAMMI hadir sebagai salah satu entitas civil society, yakni Gerakan Mahasiswa, Ormas Islam, visi sosial keummatan menjadi core organisasi, bukan politik praktis. KAMMI bukan partai politik, sehingga tidak harus pusing dengan kekuasaan, tidak perlu terlibat langsung secara organisasi dalam kesemrawutan politik praktis seperti parpol. KAMMI punya pekerjaan ’politik’ sendiri yang perlu dikelola.
Kedua, Bangunan politik KAMMI bersifat Mandiri, Komunikatif dan penuh semangat pembaharuan. KAMMI mendorong proses demokrasi berlangsung dengan baik dan terhormat. KAMMI menolak cara-cara yang kurang sehat dan menciderai demokrasi, dan tidak akan terlibat secara praktis (seperti kampanye) dalam pemilu.
Ketiga, KAMMI harus punya peran penting, positioning dan bargaining politik secara langsung. KAMMI berisi kader pemimpin yang tangguh dan mampu mengelola diri dan masa depan organisasi. KAMMI harus melakukan komunikasi politik langsung dengan calon pemimpin tanpa perantara. Komunikasi politik sebagai Ormas tentu saja wajar dan boleh, sebab kepemimpinan akan berimplikasi langsung pada masyarakat sosial tanpa sekat politik yang diwakili oleh Ormas.
Keempat, KAMMI tidak mendukung secara terbuka kepada salah satu calon atau partau politik tertentu,dan tidak menjadi sub-ordinat apalagi tunggangan salah satu calon atau partai tertentu. Lazim kita sebut ’high politic’ dan di sinilah koridor KAMMI semestinya. Menjadi perekat dari kepingan berserak dan saling menjatuhkan.
KAMMI terlanjur lahir dalam semangat reformasi, sangat sulit menghentikannya, kecuali jika kader-kadernya sendiri yang berhenti. Otonomi Daerah yang berlanjut pada Pilkada langsung menuntut pengawalan pejuang reformasi, tugas KAMMI meliputi director of change (Mengarahkan perubahan itu sendiri).
Langkah politik KAMMI dalam Pemilu 2009
Langkah politik berikut bersifat umum, sekedar gambaran dan sebenarnya sudah beberapa kali belajar dipraktekkan :
KAMMI akan melakukan langkah-langkah politik, sebagai implementasi ‘gerakan politik nilai’. Langkah-langkah politik bersifat holistik dan strategik, bukan taktis dan sub-ordinat (apalagi Kampanye untuk calon atau parpol)
KAMMI melakukan komunikasi politik dengan semua pihak (terutama calon calon pemimpin daerah) dalam rangka membangun sinergi dan kesepahaman
KAMMI harus melakukan negosiasi politik jangka panjang dengan calon pemimpin daerah, untuk menjaga eksistensi masa depan organisasi dan kader
Langkah politik KAMMI dilakukan oleh pimpinan setempat sesuai musyawarah untuk kepentingan organisasi dan tidak diperkenankan melakukan langkah-langkah secara personal dengan kepentingan pribadi
Setiap kader KAMMI harus mengambil peran dalam rangka memperkuat positioning KAMMI di publik, dan setiap keputusan politik diambil bersama untuk kemaslahatan bersama.
Komunikasi dan negosiasi politik juga terkait peran strategis KAMMI dalam proses dan pasca Pemilu.
Posisi KAMMI harus ditentukan sendiri oleh KAMMI (aktivis dan pimpinan KAMMI) sebelum orang lain menentukan KAMMI mau diapakan. KAMMI harus punya strategi dan menempatkan kelompok lain dalam manajemen strateginya, atau yang lain melakukannya pada KAMMI.
Memposisikan diri sebagai basis gerakan ekstra parlementer
KAMMI sebagai gerakan Mahasiswa ekstra-parlementer mempunyai peranan vital dalam kaitannya dengan fungsi kontrol pemerintah. KAMMI harus mampu mempertahankan wilayah geraknya sebagai Oposisi pemerintah. KAMMI menjadi kelompok penekan (Pressure group) terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan menjalankan posisi KAMMI sebagai fungsi kontrol maka di harapkan dalam setiap aktifitas yang dilakukan pemerintah akan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan keinginan rakyat. Begitu juga dengan pesta demokrasi (baca : Pemilu) 2009, ada 38 kontestan (baca : Partai politik) peserta pemilu 2009,ditambah lagi 6 partai politik lokal khusus Nangroe Aceh Darusalam, manuver yang dilakukan oleh para pemain partai politik sudah kencang sekali, dengan berbagai cara dilakukan untuk mendekati para aktivis yang sekiranya bisa membantu memobilisasi kendaraan poitiknya, maka dalam hal ini KAMMI sebagai salah satu elemen yang memposisikan sebagai basis gerakan ekstra-parlementer tentunya harus sudah pasang kuda-kuda atau sudah mempunyai strategi tersendiri, bukan malah terjebak dengan politik mereka.
KAMMI harus mempunyai gerakan yang bisa menyadarkan masyarakat, memberikan pengetahuan politik kepada masyarakat agar nasib masyarakat juga tidak hanya ”di politisir” saja oleh pemilik kepentingan-kepentingan ini. KAMMI mungkin terlena akan tugas dirinya akan hal tersebut diatas. Apa yang sudah diberikan KAMMI kepada Masyarakat terkait dengan pembinaan politik? Hal ini harus segera dipahami oleh KAMMI. Tunjukkan kepada masyarakat bahwa KAMMI bukan bagian dari pemerintah, tapi sebagai basis gerakan ekstra-parlementer. Caranya dengan kita memperkuat fungsi kontrol pemerintah yang nyata.
Menengok sejarah.
KAMMI harus menjalankan peran menjadi dapur isu, dimana setiap langkah direncanakan dan berawal dari KAMMI. Dan salah satu yang paling berperan adalah Para kader-kadernya. Kenangan indah reformasi mungkin menjadi sejarah yang tidak akan dilupakan dalam dunia kita. Bahkan menjadi spirit gerakan KAMMI.
Bicara tentang reformasi memang bukanlah suatu yang terpisah dari gerakan mahasiswa yang KAMMI kemudian ada didalamnya. Tidak heran kalau setiap bulan mei, mahasiswa merayakan peringatan reformasi. Berbagai cara dilakukan untuk merayakan reformasi, ada yang menggelar aksi demonstrasi menuntut berbagai ketimpangan yang terjadi, ada juga yang merayakannya dengan renungan di malam hari. Mencermati kondisi kekinian, sebaiknya reformasi dijadikan sebagai bahan refleksi bagi KAMMI.
KAMMI yang sejatinya merupakan cerminan masyarakat intelektual ternyata mulai kehilangan identitasnya. Idealnya, budaya ilmiah seperti membaca, kajian, dan menulis haruslah menjadi pemandangan yang tampak oleh kader KAMMI.
Harapan untuk KAMMI
KAMMI terlanjur lahir di atas kepentingan rakyat. Dikenal publik sebagai pejuang demokrasi, reformasi dan mengedepankan semangat kebersamaan. Kelahiran KAMMI sebagai front aksi mahasiswa yang kemudian bermetamorfosis menjadi Ormas menandakan kesiapan KAMMI menjadi organisasi yang proaktif dan cepat tanggap terhadap perubahan. Reformasi ’98 sebagai contoh, meski bukanlah romantisme historis yang melenakan. Sejarah adalah cerita lalu yang meski perlu dikenang, tetap kewajiban kita membangun sejarah sendiri.
KAMMI sebagai sebuah institusi harus dikelola dalam semangat organisasi. Motto KAMMI yang ‘Muslim Negarawan’ harus mulai diimplementasikan di publik dengan manajemen strategi organisasi. Kesadaran bahwa politik adalah perebutan sumber daya dengan cara-cara yang disepakati harus menjadi inspirasi para aktivis KAMMI untuk mulai bersiap-siap dan terus terjaga dengan situasi di sekelilingnya.
Kader KAMMI adalah pemimpin dan calon pemimpin, haruslah mulai bersikap sebagai seorang pemimpin (leader), bukan (follower). Pemimpin harus memiliki pemikiran dan aktivisme yang orisinil, langkah publik yang terukur dan mandiri. Kebijakan strategis organisasi harus terlahir dari visi sekumpulan pimpinan yang diputuskan dengan tingkat percaya diri yang tinggi. Faktor eksternal pasti memberi pengaruh, tapi bukan sesuatu yang pokok dan mengendalikan organisasi. Masa depan Indonesia, adalah masa depan kaum muda, dan KAMMI ada di dalamnya.
Billahi fii sabili al-haq.Fastabiqul khoirot. Abadi perjuangan... Karena harapan itu masih ada.
Wallohua'lam bishowab
Selasa, 02 September 2008
SEJARAH KAMMI
KILAS BALIK SEJARAH LAHIRNYA KAMMI
Dasar Kemunculan
Adanya indikator yang mematikan potensi bangsa.
Urgensi Sebuah Tuntutan Reformasi
Adanya Kepentingan Umat Islam Untuk Segera Berbuat
Aksi Demontrasi dan Mimbar Bebas Semakin Menjamur.
Mahasiswa Islam Merupakan Elemen Sosial.
Suara Umat Islam Mulai Terabaikan.
Depolitisasi Kampus Memandulkan Peran Mahasiswa.
Waktu Kelahiran
KAMMI muncul sebagai salah satu kekuatan alternatif Mahasiswa yang berbasis mahasiswa Muslim dengan mengambil momentum pada pelaksanaan Forum Silahturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) X seindonesia yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang. Acara ini dihadiri oleh 59 LDK yang berafiliasi dari 63 kampus (PTN-PTS) diseluruh Indonesia . Jumlah peserta keseluruhan kurang lebih 200 orang yang notabenenya para aktifis dakwah kampus. KAMMI lahir para ahad tanggal 29 April 1998 PK.13.00 wib atau bertepatan dengan tanggal 1 Dzulhijah 1418 H yang dituangkan dalam naskah Deklarasi Malang .
Pemilihan Nama
Pemilihan nama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia yang kemudian disingkat KAMMI mengandung makna atau memiliki konsekwensi pada beberapa hal yaitu :
KAMMI adalah sebuah kekuatan terorganisir yang menghimpun berbagai elemen Mahasiswa.
Muslim baik perorangan maupun lembaga yang sepakat bekerja dalam format bersama KAMMI.
KAMMI adalah sebuah gerakan yang berorientasi kepada aksi real dan sistematis yang dilandasi gagasan konsepsional yang matang mengenai reformasi dan pembentukan masyarakat Islami (berperadaban).
Kekuatan inti KAMMI adalah kalangan mahasiswa pada berbagai stratanya yang memiliki komitmen perjuangan keislaman dan kebangsaan yang jelas dan benar.
Visi gerakan KAMMI dilandasi pemahaman akan realitas bangsa Indonesia dengan berbagai kemajemukannya, sehingga KAMMI akan bekerja untuk kebaikan dan kemajuan bersama rakyat, bangsa dan tanah air Indonesia.
Perjalanan kepengurusan
Kepengurusan pertama adalah periode al-akh Fahri Hamzah, yakni sejak Deklarasi sampai Muktamar I di Bekasi pada bulan November 1998. Periode ini memfokuskan aktivitasnya kepada aktualisasi jaringan nasional untuk mengambil peran historis secara heroik dalam proses reformasi di Indonesia, yakni dengan menggiatkan aksi secara simultan, merata, kontinyu, dan menegaskan komitmen reformasi yang jelas. Periode ini adalah masa launching ke hadapan publik dan positioning awal KAMMI sebagai elemen gerakan mahasiswa yang diharap selalu mengambil peran terdepan dalam perjalanan sejarah Indonesia.
Periode kedua adalah masa al-akh Fitra Arsil, yang terpilih untuk menggantikan akh Fahri dalam Muktamar I dan menjalankan amanah sampai Muktamar II di Yogyakarta pada bulan November 2000. Periode ini memiliki tugas untuk secara serius menata infrastruktur organisasi KAMMI yang establish dan merancang sistem kaderisasi KAMMI yang lebih terstruktur. Juga melakukan berbagai aksi sosial dan kemanusiaan untuk ikut mengatasi beban rakyat yang ditimbulkan oleh krisis berkepanjangan.
Periode ketiga adalah masa al-akh Andi Rahmat yang terpilih dalam Muktamar II KAMMI di Yogyakarta dan direncanakan menjabat sampai tahun 2002. Periode ini menekankan pentingnya positioning strategis KAMMI di tengah pluralitas gerakan yang ingin mewarnai proses transisi di Indonesia. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, akh Andi Rahmat menyatakan mundur dari jabatannya pada bulan Maret 2001.
Menyikapi hal tersebut, Badan Permusyawaratan (BP) KAMMI Pusat berinisiatif untuk menyelenggarakan Muktamar Luar Biasa (MLB) KAMMI di Bandung pada tanggal 20-22 April 2001. Muktamar tersebut memutuskan untuk merubah sistem kepemimpinan terpusat menjadi sistem kepemimpinan kolektif, yang akhirnya memilih sembilan orang sebagai anggota Pimpinan Pusat (PP) KAMMI, yakni:
Akbar Zulfakar (Ketua Umum);
Purwoko Kurniawan (Ketua Kaderisasi);
Muhammad Badaruddin (Ketua Kastrat);
Elvis Bakri (Ketua Teritorial/KT I);
Ach. Fauzi I. (KT-II);
Supriyadi (KT-III);
Hermawan (KT-IV);
Suparmono (KT-V); dan
Yusran (KT-VI).
Muktamar III Lampung tanggal 1-9 September 2002 memutuskan untuk memilih
Muhammad Hermawan, S.Si sebagai Ketua Umum dan
Fahmi Rusdi, LC sebagai Sekretaris Jendral,
juga dipilih anggota Pimpinan Pusat (PP) KAMMI, yakni
Marwansyah (Ketua Teritorial/KT I);
Febriansyah (KT-II);
Yuli Widi Astono (KT-III);
Teguh, ST (KT-IV);
Imron Rosyadi (KT-V); dan
M. Dwi Tanjuri(KT-VI),
Jauhari (KT-VII).
KETIKA ANGGARAN PENDIDIKAN MENJADI KOMODITAS POLITIK
Pidato kenegaraan yang juga bertepatan dengan agenda pemilu 2009 adalah moment yang sangat ‘pas’ untuk mendeklarasikan diri bahwa Presiden SBY masih perduli pada dunia pendidikan dan taat pada konstitusi. Satu hal yang pasti, bahwa anggaran pendidikan bukanlah mainan atau ‘media promosi’ untuk menaikkan citra politik dalam upaya meraih dukungan di Pemilu 2009. Agar realitas ini bisa terpetakan dan kita dapat melihat sejauhmana publik merespon kenaikan anggaran pendidikan tersebut, berikut kami sajikan berita yang dilansir dari www.kompas.com (16/8)
Jangan Hanya Menjadi Komoditas PolitikAnggaran Pendidikan 20 Persen Harus Direalisasikan
Jakarta, Kompas - Anggaran pendidikan jangan hanya menjadi komoditas politik. Selama ini, terkesan, anggaran pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN menjadi retorika politik guna meningkatkan citra dan alat posisi tawar antarelite-elite politik ketimbang direalisasikan dengan tujuan membangun pendidikan bermutu.”Sekalipun ada desakan tahun 2009 anggaran pendidikan harus 20 persen dari APBN, itu tidak akan memberikan makna apa- apa terhadap alokasi anggaran pendidikan jika sistemnya tidak berubah,” ujar Roy Salam dari Divisi Politik Anggaran Negara Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran dalam jumpa pers tentang anggaran pendidikan di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (15/8).Menurutnya, perubahan anggaran pendidikan menjadi 20 persen baru bermakna jika betul- betul untuk pendidikan dan pemerintah tidak bermain-main dengan beragam dalih dan kalkulasi yang menyesatkan.Sebagai contoh, pemerintah sebelumnya memasukkan anggaran 20 persen ini termasuk gaji guru. Pemerintah semakin merasa benar ketika permohonan pengujian perundangan de- ngan tujuan gaji pendidik masuk ke dalam anggaran pendidikan dikabulkan Mahkamah Konstitusi.”Kami mendukung peningkatan kesejahteraan guru, namun gaji tidak dimasukkan sebagai anggaran pendidikan,” kata Manajer Monitoring Pelayanan Publik ICW, Ade Irawan.Menurut Ade, dengan dimasukkannya gaji pendidik berarti sebagian besar anggaran pendidikan akan habis untuk biaya operasional dan administratif. Apalagi jumlah pendidik sangat besar, karena di dalamnya termasuk guru, tutor, dan dosen. Belum lagi dengan adanya tunjangan profesi pendidikan.Negara lepas tanganAktivis Aliansi Orangtua Peduli Pendidikan, Jumono, mengatakan, minimnya anggaran pendidikan menjadi beban bagi masyarakat. Dia mencontohkan, unit cost atau besaran biaya rata- rata untuk jenjang sekolah dasar seharusnya Rp 750.000 per siswa per tahun. Namun, pemerintah hanya memberikan bantuan operasional jenjang sekolah dasar sebesar Rp 254.000 per siswa per tahun dalam bentuk bantuan operasional sekolah (BOS).Adapun jenjang SMP, unit cost setidaknya sebesar Rp 1,5 juta per tahun, tetapi BOS yang dikucurkan hanya Rp 354.000 siswa per tahun. ”Persoalan pendidikan yang menjadi tanggung jawab negara, sekarang dibebankan kepada masyarakat. Dengan dalih otonomi sekolah, masyarakat dan sekolah harus membiayai sendiri penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah seolah lepas tangan dan lepas tanggung jawab,” ujarnya.Citra naikSecara terpisah, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengemukakan, pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total anggaran belanja dalam APBN 2009 membawa dampak pada naiknya citra pemerintah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kenaikan citra baik itu akan disyukuri sebagai pahala.”Tujuan utamanya adalah pertama memenuhi aturan perundang-undangan. Kedua, bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahwa itu kemudian berdampak pada pencitraan, ya itu saya kira pahala atau nikmat yang pantas dinikmati oleh mereka yang telah bekerja keras,” ujar Bambang seusai pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung MPR/DPR.Menurut Bambang, menjelang akhir masa pemerintahannya, pemerintah mampu memenuhi ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dengan mengalokasikan 20 persen anggaran untuk pendidikan karena beban subsidi turun bersamaan dengan turunnya harga minyak mentah dunia. Kenaikan anggaran tersebut akan dibagi antara Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan pemerintah daerah.